Selasa, 19 Oktober 2010

ASURANSI KESEHATAN

Pendahuluan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang No. 23/1992 tentang kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapat pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut pemerintah telah berupaya untuk membuat kebijakan melalui Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin. Program ini berupa Bantuan Sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dan diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin, selanjutnya disebut Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).Adapun model jamkesmas tersebut yaitu model Triparty,yang alurnya melalui BAPIM (Badan Penyelenggara),BAPEL (badan Penyelenggara),PPK,Peserta(Masyarakat).

A.BAPIM
Tugas dan fungsi Bapim JPKM dijabarkan secara operasional yaitu :
1. Analisa Potensi
Adalah merupakan kajian terhadap data/informasi yang berkaitan dengan pengembangan JPKM, sehingga dapat diketahui apakah JPKM layak atau tidak dikembangkan di suatu wilayah. Langkah-langkah analisa potensi tersebut adalah :
• Analisis target populasi
• Analisis pemeliharaan kesehatan
• Analisis keuangan
• Analisis organisasi dan manajemen (badan penyelenggara JPKM)
• Kesimpulan analisis potensi
2. Pengembangan Model dan Strategi
Pengembangan model dan strategi dalam pembinaan, pengembangan, dan pendorongan (Binbangdong) JPKM adalah suatu proses untuk menetapkan model penyelenggaraan JPKM wilayah propinsi / kabupaten / kotamadya; kebijakan dan strategi pengembangannya menuju kepesertaan semesta. Sesuai dengan informasi yang dihasilkan pada tahap analisis potensi.Tujuan umum pada langkah kedua ini adalah untuk kejelasan arah Binbangdong JPKM wilayah propinsi / kabupaten / kotamadya.Tujuan khususnya adalah :
• Menetapkan alternatif model penyelenggaraan JPKM wilayah propinsi / kabupaten / kotamadya.
• Merumuskan kebijakan dan strategi.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pembina JPKM adalah :
• Advokasi, sosialisasi, dan edukasi
Advokasi merupakan suatu pendekatan yang ditujukan pada para pengambil keputusan sektor terkait, formal maupun informal, di tiap jenjang administrasi.
Sosialisasi dan edukasi dilakukan untuk mewujudkan lingkungan yang diharapkan akan mendukung/memungkinkan terlaksananya program JPKM di suatu wilayah.
• Regulasi
Merupakan dasar kebijakan dan operasional penyelenggaraan JPKM yang dipakai sebagai aturan dan acuan dalam menyelenggarakan program JPKM.
Regulasi merupakan salah satu kunci sukses pengembangan JPKM, oleh sebab itu aparat Bapim di setiap tingkatan administrasi pemerintah harus mengkaji keseluruhan aspek regulasi yang berkaitan dengan pengembangan JPKM.
Secara garis besar ada 4 (empat) ruang lingkup regulasi, yaitu:
a) Mengkaji ulang dan mengusulkan regulasi yang lebih kondusif/mendukung pengembangan JPKM.
b) Penyuluhan tentang perijinan dan melakukan proses perijinan sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkatan Bapim.
c) Melakukan pembinaan dan pengawasan.
d) Mempersiapkan/mensosialisasikan dan pelaksanaan akreditasi Bapel sesuai dengan tingkat kewenangan Bapim pada setiap tingkatan administrasi
• Peningkatan kinerja para pelaku JPKM
Adalah cara-cara meningkatkan kemampuan pelaksanaan tugas dan fungsi pokok para pelaku JPKM, yang terdiri dari unsur-unsur Bapim, Bapel, PPK agar dapat mencapai tingkat kinerja yang optimal.
Untuk mengukur kinerja diperlukan:
a) Mengetahui profil dari lingkungannya
b) Mengetahui alat ukur atau acuan yang digunakan.
c) Menemukan dan menginventarisir masalah.
d) Menentukan kiat-kiat peningkatan kinerja terpilih untuk selanjutnya dilaksanakan secara konsekuen hingga menghasilkan kinerja yang lebih baik.
4. Pemantauan dan Evaluasi
1. Pemantauan JPKM
• Sasaran pemantauan
Pemantauan dilakukan terhadap para pelaku Bapim, Bapel, PPK dan peserta/masyarakat untuk meningkatkan kinerja pelaku JPKM.
• Pelaksana pemantauan
Pemantauan dilakukan secara berjenjang dari Bapim pusat »» Bapim propinsi »» Bapim kabupaten/kota »» Bapel »» PPK »» peserta/masyarakat
• Cara pelaksanaan pemantauan
Pemantauan dilakukan melalui supervisi dan bimbingan teknis dengan menggunakan checklist.
2. Evaluasi JPKM
• Sasaran
Evaluasi dilakukan terhadap para pelaku Bapim, Bapel, PPK dan peserta/masyarakat untuk meningkatkan kinerja pelaku JPKM.
• Tujuan
Menilai hasil kinerja (berdasarkan periode) para pelaku JPKM.
• Pelaksana evaluasi
Kegiatan evaluasi dilaksanakan oleh beberapa pelaku, sebagai berikut:
a) Evaluasi dapat dilaksanakan oleh semua pelaku JPKM (Bapim, Bapel, PPK) terhadap mereka sendiri (internal evaluator).
b) Evaluasi dapat juga dilakukan dengan menunjuk pihak ketiga yang bersifat netral dan independen (external evaluator).

B.BAPEL (badan penyelenggara)
Adapun yang termasuk dalam BAPEL yakni Dinas Kesehatan dan PT.ASKES.

1.DINAS KESEHATAN.
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan berdasarkan usul Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan Pelaksana Verifikasi.

Tugas
1. Melaksanakan verifikasi adminsitrasi kepesertaan
2. Melaksanakan verifikasi adminsitrasi pelayanan
3. Melaksanakan verifikasi adminsitrasi pembiayaan

Fungsi:
1. Mengecek kebenaran dokumen identitas peserta program Jamkesmas
2. Memastikan adanya Surat Rujukan dari PPK
3. Memastikan dikeluarkannya Surat Keabsahan Peserta (SKP)
4. Memastikan dikeluarkannya data entry rekap pengajuan klaim oleh petugas RS sesuai dengan format pengajuan klaim
5. Mengecek kebenaran penulisan paket/diagnosa, prosedur, No. Kode
6. Mengecek kebenaran besar tarif sesuai paket/diagnosa, prosedur, No. Kode
7. Memastikan formulir pengajuan klaim di setujui penanggung jawab PPK
8. Mengirim rekapitulasi pengajuan klaim yang di tanda tangani oleh Direktur
RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM ke Depkes, tembusan Tim Pengelola
Kabupaten/Kota
9. Membuat laporan rekapitulasi klaim dan realisasi pembayaran klaim
RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM ke Tim Pengelola Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota

2.PT.ASKES
Sedangkan PT. Askes (Persero) atas penugasan Menteri Kesehatan, melaksanakan tugas-tugas manajemen kepesertaan didukung dengan jaringan kantor terdiri atas :
1. PT. Askes (Persero)
2. PT. Askes (Persero) Regional
3. PT. Askes (Persero) Cabang dan Area Asisten Manajer (AAM)

Tugas :
1. Melakukan penatalaksanaan kepesertaan meliputi:
• Melakukan advokasi kepada Bupati/ Walikota untuk :
a) . Menetapkan sasaran bagi daerah yang belum menetapkan SK
Bupati/Walikota dengan identitas peserta.
b) Melakukan updating data sebagai sumber data tahun selanjutnya bagi daerah yang sudah menetapkan SK Bupati/Walikota.
c). Memberikan penjelasan tentang resiko kelebihan jumlah dari kuota yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Propinsi/ Kabupaten/Kota dan Departemen Kesehatan.
• Membuat data base kepesertan sesuai SK Bupati/Walikota terbaru
• Mendistribusikan data base kepesertaan kepada RumahSakit/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM, Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota dan Departemen Kesehatan..
• Pencetakan blanko kartu, entry, penerbitan dan distribusi kartu sampai
kepada peserta
• Melakukan analisis kepesertaan berdasarkan aspek demografi (umur dan jenis kelamin).

2. Melakukan penatalaksanaan pelayanan meliputi:
• Melakukan verifikasi kepesertaan untuk RJTL, IGD dan RITL.
• Melakukan telaah utilisasi kepesertaan.
3. Melakukan Penatalaksanaan organisasi dan manajemen kepesertaan meliputi :
• Melakukan penanganan keluhan yang berkaitan dengan kepesertaan.
• Melakukan pengolahaan dan analisis data kepesertaan.
• Melakukan pelaporan manajemen kepesertaan dan lainya yang keseluruhan yang menjadi beban tugasnya.
C.PPK
Ditingkat PPK meliputi Puskesmas.Adapun tugas dari puskesmas yakni:
a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada Puskesmas dan jaringannya
b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada Puskesmas Perawatan,
c.Persalinan normal yang dilakukan di Puskesmas non- perawatan/bidani desa/Polindes/dirumah pasien/praktek bidan swasta.
d. Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria/diagnosa gawat darurat.
D.Masyarakat
Hak dan Kewajiban Masyarakat adalah :
pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama (RJTP) dan rawat inap tingkat
pertama (RITP), pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL), rawat inap
tingkat lanjutan (RITL) dan pelayanan gawat darurat.

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN FAKTOR RESIKONYA

5 MACAM PENYAKIT TIDAK MENULAR
DAN FAKTOR RESIKONYA


1. KATARAK
Katarak sangat umum. Mereka mempengaruhi tambahan 15 juta orang dan bertanggung jawab untuk hampir separuh dari semua kasus kebutaan di seluruh dunia. katarak terjadi bila lensa mata menjadi keruh atau buram. Ini terjadi secara bertahap, seperti protein dalam lensa menjadi teroksidasi. Dokter tidak tahu persis mengapa hal ini terjadi, tetapi mereka percaya bahwa kombinasi dari faktor lingkungan (seperti racun dan paparan sinar matahari) dan faktor genetik yang terlibat.
Katarak dapat terjadi di daerah tertentu atau seluruh lensa. Proses ini biasanya terjadi sangat lambat selama tahun atau puluhan tahun, dan biasanya mempengaruhi kedua mata.
Katarak tidak menyakitkan. Gejala yang paling umum adalah kehilangan penglihatan, penglihatan kabur, atau penglihatan ganda. Secara umum, visi jarak jauh hilang sebelum visi dekat. Beberapa pasien mengatakan bahwa mereka melihat efek halo sekitar lampu. Lainnya catatan silau berlebihan selama mengemudi malam hari dan di cahaya terang, khususnya sinar matahari.
Faktor Risiko
Meskipun penyebab pasti katarak tidak diketahui, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko pembentukan katarak. Ini termasuk:
 Merokok: Dokter percaya bahwa setidaknya 20 persen dari katarak di AS terjadi karena merokok.
 Meningkatkan umur: Sebagian besar katarak terjadi pada individu lebih dari 60.
 Riwayat keluarga katarak
 Diabetes mellitus
 Kolesterol tinggi
 Obesitas
 Menggunakan alkohol berlebihan
 Paparan sinar matahari berlebihan
2. ARTRITIS REUMATOID (AR)
Salah satu dari beberapa penyakit rematik adalah suatu penyakit otoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi. Akhirnya, kondisi ini dapat pula mengenai berbagai organ tubuh.
Penyakit ini timbul akibat dari banyak faktor mulai dari genetik (keturunan) sampai pada gaya hidup kita (merokok). Salah satu teori nya adalah akibat dari sel darah putih yang berpindah dari aliran darah ke membran yang berada disekitar sendi.
Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid adalah:
 Jenis Kelamin.
Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-3:1.
 Umur.
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)
 Riwayat Keluarga.
Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis rematoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.
 Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.



3. BATU SALURAN KEMIH
Batu Saluran Kemih adalah batu di traktur urinarius mencakup ginjal, ureter , vesika urinaria
FAKTOR RISIKO PENYEBAB BATU
 Hiperkalsiuria merupakan kelainan ini dapat menyebabkan hematuria tanpa ditemukan pembentukan batu. kejadian hematuria diduga disebabkan kerusakan jaringan lokal yang dipengaruhi oleh ekskresi kalsium dalam air kemih dengan atau tanpa faktor risiko lainnya, ditemukan pada setengah dari pembentukan batu kalsium idiopatik.
 Hiposituria merupakan suatu penurunan ekskresi inhibitor perbentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu ginjal.
 Hiperurikosuria merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium.
 Penurunan jumlah air kemih keadaan ini biasanya disebabkan masukkan cairan sedikit. selanjutnya dapat menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan reaktan dan pengurangan aliran air kemih.
 Jenis cairan yang diminum minuman soft drink lebih dari 1 liter per minggu menyebabkan pengasaman dengan asam fosfor dapat meningkatkan risiko penyakit batu. kejadian ini tidak jelas, tetapi sedikit beban asam dapat meningkatkan ekskresi kalsium dan ekskresi asam urat dalam air kemih serta mengurangi kadar sitrat air kemih. jus apel dan jus anggur juga dihubungkan dengan peningkatan risiko pembentukan batu, sedangkan kopi, teh, bir, dan anggur diduga dapat mengurangi risiko kejadian batu ginjal.
 Hiperoksaluria merupakan kenaikan ekskresi oksalat di atas normal. ekskresi oksalat air kemih normal di bawah 45 mg/hari (0,5 mmol/hari)
 Ginjal spongiosa medula pembentukan batu kalsium meningkat pada kelainan ginjal spongiosa medula, terutama
 batu kalsium fosfat dan tubulus ginjal tipe 1. faktor risiko batu kalsium fosfat pada umumnya berhubungan dengan faktor risiko yang sama seperti batu kalsium oksalat. keadaan ini pada beberapa kasus diakibatkan ketidakmampuan menurunkan nilai pH air kemih sampai normal.
 faktor diet.
4. USUS BUNTU / APPENDICITIS
Umbai cacing atau usus buntu (appendix) adalah kantung kecil berbentuk cacing yang melekat pada usus besar tepat di ujung usus halus. Sejauh ini, fungsinya tak diketahui. Tanpa usus buntu, orang tetap bisa hidup sehat. Sebaliknya, usus buntu yang meradang dan bocor bisa mengancam jiwa.
Faktor resiko
Radang usus buntu (appendicitis), bisa terjadi pada segala usia. Kasus terbanyak pada usia delapan tahun sampai 25 tahun. Radang usus buntu jarang terjadi pada anak di bawah dua tahun.
5. ASMA
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek. Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari. Faktor-faktor Risiko Asma Bronkiale
Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor
risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus. Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu:
 Asap Rokok
Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan campuran gas yang komplek dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein.
 Tungau Debu Rumah
Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau
debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung debu7). Misalnya debu yang berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama
 Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma anak laki-laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan sedangkan pada usia 14 tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden ini. Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon bernapas. Didukung oleh adanya hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada perbedaan ratio diameter saluran udara laki-laki dan perempuan setelah berumur 10 tahun, mungkin disebabkan perubahan ukuran rongga dada yang terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak pada perempuan. Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-laki mulai ketika masa puber, sehingga prevalensi asma pada anak yang semula laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan mengalami perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan asma pada perempuan.

 Binatang Piaraan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui
 Jenis Makanan
Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi penyebab asma. Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misal: tartazine), pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma. Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor. Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma. Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan tertentu dan perkembangan asma masih diperdebatkan, tetapi bayi yang sensitif terhadap makanan tertentu akan mudah menderita asma kemudian, anak-anak yang menderita enteropathy atau colitis karena alergi makanan tertentu akan cenderung menderita asma. Alergi makanan lebih kuat hubungannya dengan penyakit alergi secara umum dibanding asma.
 Perabot Rumah Tangga
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic coumpounds (VOC),
combustion products (CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dust disamping menyebabkan ketidak nyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru.
 Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin
menyebabkan sesak di saluran pernafasan.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatisk. Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah. R.I Ehlich menginformasikan bahwa riwayat keluarga mempunyai hubungan yang bermakna (OR 2,77: 95% CI=1,11-2,48)15
6. OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.
Faktor Risiko Osteoporosis
a. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
b. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
c. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
d. Keturunan Penderita osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
e. Gaya Hidup Kurang Baik
 Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
 Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang.
 Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
 Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
 Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.
 Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
 Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
f. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
g. Kurus dan Mungil
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna.
7. KARSINOMA SEL SKUAMOSA
Karsinoma Sel Skuamosa adalah kanker yang berasal dari lapisan tengah epidermis.
Penyakit Bowen adalah suatu bentuk karsinoma sel skuamosa yang terbatas pada epidermis dan belum menyusup ke jaringan di bawahnya (dermis). Kulit yang terkena tampak coklat-merah dan bersisik atau berkeropeng dan mendatar, kadang menyerupai bercak pada psoriasis, dermatitis atau infeksi jamur. Faktor resikonya adalah:
 Faktor genetik (kanker kulit lebih sering ditemukan pada orang berkulit terang, mata biru atau hijau dan rambut pirang atau merah)
 Pencemaran oleh bahan kimia
 Pemaparan berlebihan oleh sinar X atau radiasi lainnya



1. KATARAK
Katarak sangat umum. Mereka mempengaruhi tambahan 15 juta orang dan bertanggung jawab untuk hampir separuh dari semua kasus kebutaan di seluruh dunia. katarak terjadi bila lensa mata menjadi keruh atau buram. Ini terjadi secara bertahap, seperti protein dalam lensa menjadi teroksidasi. Dokter tidak tahu persis mengapa hal ini terjadi, tetapi mereka percaya bahwa kombinasi dari faktor lingkungan (seperti racun dan paparan sinar matahari) dan faktor genetik yang terlibat.
Katarak dapat terjadi di daerah tertentu atau seluruh lensa. Proses ini biasanya terjadi sangat lambat selama tahun atau puluhan tahun, dan biasanya mempengaruhi kedua mata.
Katarak tidak menyakitkan. Gejala yang paling umum adalah kehilangan penglihatan, penglihatan kabur, atau penglihatan ganda. Secara umum, visi jarak jauh hilang sebelum visi dekat. Beberapa pasien mengatakan bahwa mereka melihat efek halo sekitar lampu. Lainnya catatan silau berlebihan selama mengemudi malam hari dan di cahaya terang, khususnya sinar matahari.
Faktor Risiko
Meskipun penyebab pasti katarak tidak diketahui, ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko pembentukan katarak. Ini termasuk:
 Merokok: Dokter percaya bahwa setidaknya 20 persen dari katarak di AS terjadi karena merokok.
 Meningkatkan umur: Sebagian besar katarak terjadi pada individu lebih dari 60.
 Riwayat keluarga katarak
 Diabetes mellitus
 Kolesterol tinggi
 Obesitas
 Menggunakan alkohol berlebihan
 Paparan sinar matahari berlebihan
2. ARTRITIS REUMATOID (AR)
Salah satu dari beberapa penyakit rematik adalah suatu penyakit otoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan kerusakan total sendi. Akhirnya, kondisi ini dapat pula mengenai berbagai organ tubuh.
Penyakit ini timbul akibat dari banyak faktor mulai dari genetik (keturunan) sampai pada gaya hidup kita (merokok). Salah satu teori nya adalah akibat dari sel darah putih yang berpindah dari aliran darah ke membran yang berada disekitar sendi.
Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid adalah:
 Jenis Kelamin.
Perempuan lebih mudah terkena AR daripada laki-laki. Perbandingannya adalah 2-3:1.
 Umur.
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)
 Riwayat Keluarga.
Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis rematoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.
 Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.



3. BATU SALURAN KEMIH
Batu Saluran Kemih adalah batu di traktur urinarius mencakup ginjal, ureter , vesika urinaria
FAKTOR RISIKO PENYEBAB BATU
 Hiperkalsiuria merupakan kelainan ini dapat menyebabkan hematuria tanpa ditemukan pembentukan batu. kejadian hematuria diduga disebabkan kerusakan jaringan lokal yang dipengaruhi oleh ekskresi kalsium dalam air kemih dengan atau tanpa faktor risiko lainnya, ditemukan pada setengah dari pembentukan batu kalsium idiopatik.
 Hiposituria merupakan suatu penurunan ekskresi inhibitor perbentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat merupakan suatu mekanisme lain untuk timbulnya batu ginjal.
 Hiperurikosuria merupakan suatu peningkatan asam urat air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium.
 Penurunan jumlah air kemih keadaan ini biasanya disebabkan masukkan cairan sedikit. selanjutnya dapat menimbulkan pembentukan batu dengan peningkatan reaktan dan pengurangan aliran air kemih.
 Jenis cairan yang diminum minuman soft drink lebih dari 1 liter per minggu menyebabkan pengasaman dengan asam fosfor dapat meningkatkan risiko penyakit batu. kejadian ini tidak jelas, tetapi sedikit beban asam dapat meningkatkan ekskresi kalsium dan ekskresi asam urat dalam air kemih serta mengurangi kadar sitrat air kemih. jus apel dan jus anggur juga dihubungkan dengan peningkatan risiko pembentukan batu, sedangkan kopi, teh, bir, dan anggur diduga dapat mengurangi risiko kejadian batu ginjal.
 Hiperoksaluria merupakan kenaikan ekskresi oksalat di atas normal. ekskresi oksalat air kemih normal di bawah 45 mg/hari (0,5 mmol/hari)
 Ginjal spongiosa medula pembentukan batu kalsium meningkat pada kelainan ginjal spongiosa medula, terutama
 batu kalsium fosfat dan tubulus ginjal tipe 1. faktor risiko batu kalsium fosfat pada umumnya berhubungan dengan faktor risiko yang sama seperti batu kalsium oksalat. keadaan ini pada beberapa kasus diakibatkan ketidakmampuan menurunkan nilai pH air kemih sampai normal.
 faktor diet.
4. USUS BUNTU / APPENDICITIS
Umbai cacing atau usus buntu (appendix) adalah kantung kecil berbentuk cacing yang melekat pada usus besar tepat di ujung usus halus. Sejauh ini, fungsinya tak diketahui. Tanpa usus buntu, orang tetap bisa hidup sehat. Sebaliknya, usus buntu yang meradang dan bocor bisa mengancam jiwa.
Faktor resiko
Radang usus buntu (appendicitis), bisa terjadi pada segala usia. Kasus terbanyak pada usia delapan tahun sampai 25 tahun. Radang usus buntu jarang terjadi pada anak di bawah dua tahun.
5. ASMA
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek. Nelson mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari. Faktor-faktor Risiko Asma Bronkiale
Secara umum faktor risiko asma dibagi kedalam dua kelompok besar, faktor
risiko yang berhubungan dengan terjadinya atau berkembangnya asma dan faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya eksaserbasi atau serangan asma yang disebut trigger faktor atau faktor pencetus. Adapun faktor risiko pencetus asma bronkial yaitu:
 Asap Rokok
Pembakaran tembakau sebagai sumber zat iritan dalam rumah yang menghasilkan campuran gas yang komplek dan partikel-partikel berbahaya. Lebih dari 4500 jenis kontaminan telah dideteksi dalam tembakau, diantaranya hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, karbon dioksida, nitrit oksida, nikotin, dan akrolein.
 Tungau Debu Rumah
Asma bronkiale disebabkan oleh masuknya suatu alergen misalnya tungau
debu rumah yang masuk ke dalam saluran nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya reaksi hipersentitivitas tipe I. Tungau debu rumah ukurannya 0,1 - 0,3 mm dan lebar 0,2 mm, terdapat di tempat-tempat atau benda-benda yang banyak mengandung debu7). Misalnya debu yang berasal dari karpet dan jok kursi, terutama yang berbulu tebal dan lama tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama
 Jenis Kelamin
Jumlah kejadian asma pada anak laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan mungkin disebabkan oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma anak laki-laki usia 2-5 tahun ternyata 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan sedangkan pada usia 14 tahun risiko asma anak laki- laki 4 kali lebih sering dan kunjungan ke rumah sakit 3 kali lebih sering dibanding anak perempuan pada usia tersebut, tetapi pada usia 20 tahun kekerapan asma pada laki-laki merupakan kebalikan dari insiden ini. Peningkatan risiko pada anak laki-laki mungkin disebabkan semakin sempitnya saluran pernapasan, peningkatan pita suara, dan mungkin terjadi peningkatan IgE pada laki-laki yang cenderung membatasi respon bernapas. Didukung oleh adanya hipotesis dari observasi yang menunjukkan tidak ada perbedaan ratio diameter saluran udara laki-laki dan perempuan setelah berumur 10 tahun, mungkin disebabkan perubahan ukuran rongga dada yang terjadi pada masa puber laki-laki dan tidak pada perempuan. Predisposisi perempuan yang mengalami asma lebih tinggi pada laki-laki mulai ketika masa puber, sehingga prevalensi asma pada anak yang semula laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan mengalami perubahan dimana nilai prevalensi pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Aspirin lebih sering menyebabkan asma pada perempuan.

 Binatang Piaraan
Binatang peliharaan yang berbulu seperti anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen protein yang ditemukan pada bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung dan hewan menyusui
 Jenis Makanan
Beberapa makanan penyebab alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, kacang, berbagai buah-buahan seperti tomat, strawberry, mangga, durian berperan menjadi penyebab asma. Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misal: tartazine), pengawet (metabisulfit), vetsin (monosodum glutamat-MSG) juga bisa memicu asma. Penderita asma berisiko mengalami reaksi anafilaksis akibat alergi makanan fatal yang dapat mengancam jiwa. Makanan yang terutama sering mengakibatkan reaksi yang fatal tersebut adalah kacang, ikan laut dan telor. Alergi makanan seringkali tidak terdiagnosis sebagai salah satu pencetus asma meskipun penelitian membuktikan alergi makanan sebagai pencetus bronkokontriksi pada 2% - 5% anak dengan asma. Meskipun hubungan antara sensitivitas terhadap makanan tertentu dan perkembangan asma masih diperdebatkan, tetapi bayi yang sensitif terhadap makanan tertentu akan mudah menderita asma kemudian, anak-anak yang menderita enteropathy atau colitis karena alergi makanan tertentu akan cenderung menderita asma. Alergi makanan lebih kuat hubungannya dengan penyakit alergi secara umum dibanding asma.
 Perabot Rumah Tangga
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri, jamur), formadehyde, volatile organic coumpounds (VOC),
combustion products (CO1, NO2, SO2) yang biasanya berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat, pembersih, kosmetik, Hairspray, deodorant, pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol sebagai propelan dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi, furnitur, karpet. Paparan polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata dan saluran pernapasan bagian atas. Partikel debu, khususnya respilable dust disamping menyebabkan ketidak nyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru.
 Perubahan Cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat membuat asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Dimana partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi, hujan, badai selama musim dingin. Udara yang kering dan dingin
menyebabkan sesak di saluran pernafasan.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Risiko orang tua dengan asma mempunyai anak dengan asma adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu atopi. Predisposisi keluarga untuk mendapatkan penyakit asma yaitu kalau anak dengan satu orangtua yang terkena mempunyai risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua asmatisk. Asma tidak selalu ada pada kembar monozigot, labilitas bronkokontriksi pada olahraga ada pada kembar identik, tetapi tidak pada kembar dizigot. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibanding dengan bapak. Orang tua asma kemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah. R.I Ehlich menginformasikan bahwa riwayat keluarga mempunyai hubungan yang bermakna (OR 2,77: 95% CI=1,11-2,48)15
6. OSTEOPOROSIS
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya menimbulkan kerapuhan tulang.
Faktor Risiko Osteoporosis
a. Wanita
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang dapat terjadi pada usia 45 tahun.
b. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat.
c. Ras/Suku
Ras juga membuat perbedaan dimana ras kulit putih atau keturunan asia memiliki risiko terbesar. Hal ini disebabkan secara umum konsumsi kalsium wanita asia rendah. Salah satu alasannya adalah sekitar 90% intoleransi laktosa dan menghindari produk dari hewan. Pria dan wanita kulit hitam dan hispanik memiliki risiko yang signifikan meskipun rendah.
d. Keturunan Penderita osteoporosis
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah. Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti punya struktur genetik tulang yang sama.
e. Gaya Hidup Kurang Baik
 Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid, penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah.
 Minuman berkafein dan beralkohol.
Minuman berkafein seperti kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak. Hal ini dipertegas oleh Dr.Robert Heany dan Dr. Karen Rafferty dari creighton University Osteoporosis Research Centre di Nebraska yang menemukan hubungan antara minuman berkafein dengan keroposnya tulang.
 Hasilnya adalah bahwa air seni peminum kafein lebih banyak mengandung kalsium, dan kalsium itu berasal dari proses pembentukan tulang. Selain itu kafein dan alkohol bersifat toksin yang menghambat proses pembentukan massa tulang (osteoblas).
 Malas Olahraga
Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa.
 Merokok
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses pelapukan.
 Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi, penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi, nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung. Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati umur 35, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses pembentukan pada umur tersebut sudah berhenti.
 Kurang Kalsium
Jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang.
f. Mengkonsumsi Obat
Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis. Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang. Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak merugikan tulang.
g. Kurus dan Mungil
Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna.
7. KARSINOMA SEL SKUAMOSA
Karsinoma Sel Skuamosa adalah kanker yang berasal dari lapisan tengah epidermis.
Penyakit Bowen adalah suatu bentuk karsinoma sel skuamosa yang terbatas pada epidermis dan belum menyusup ke jaringan di bawahnya (dermis). Kulit yang terkena tampak coklat-merah dan bersisik atau berkeropeng dan mendatar, kadang menyerupai bercak pada psoriasis, dermatitis atau infeksi jamur. Faktor resikonya adalah:
 Faktor genetik (kanker kulit lebih sering ditemukan pada orang berkulit terang, mata biru atau hijau dan rambut pirang atau merah)
 Pencemaran oleh bahan kimia
 Pemaparan berlebihan oleh sinar X atau radiasi lainnya

Sabtu, 09 Oktober 2010

Definisi – Definisi Epidemiologi ( Arti terminology) 1. “Carrier” – Orang atau binatang yang mengandung bibit penyekit tertentu tanpa menunjukkan ge

Definisi – Definisi Epidemiologi


1. “Carrier” – Orang atau binatang yang mengandung bibit penyekit tertentu tanpa menunjukkan gejala klinis yangjelas dan berpotensi sebagai sumber penularan penyakit. Status sebagai “carrier” bisa bertahan dalam individu dalam waktu yang lama dalam perjalanan penyakit tanpa menunjukkan gejala klinis yang jelas, (dikenal sebagai carrier sehat atau “asymptomatic carrier”). Bisa juga status “carrier” ini terjadi pada waktu masa inkubasi, pada masa “convalescence” atau sesudah masa “convalescence” dimana disini gejala klinis penyakitnya jelas (dikenal sebagai “carrier” inkubasi atau “concalescence carrier”). Dari berbagai jenis “carrier” diatas, status “carrier” bisa pendek bisa sangat panjang (disebuat sebagai “carrier” sementara atau “transient carrier” atau “carrier” kronis).

2. “Case Fataly Rate” - (Angka Kematian Kasus) : Biasanya dinyatakan dalam presentase orang yang didiagnosa dengan penyakit tertentu kemudian meninggal karena penyakit tersebut dalam kururn waktu tertentu.

3. “Chemoprophylaxis” – Pemberian bahan kimia termasuk antibiotik yang ditujukan untuk mencegah berkembangnya infeksi atau berkembangnya infeksi menjadi penyakit yang manifes. “Chemoprophylaxis” juga dimaksudkan untuk mencegah penularan penyakit kepada orang lain. Sedangkan “Chemotherapy” dimaksudkan pemberian bahan kimia dengan tujuan untuk mengobati suatu penyakit yang secara klinis sudah manifes dan untuk mencegaj perkembangan penyakit lebih lanjut.

4. Pembersihan – Menghilangkan bahan organic atau bahan infeksius dri suatu permukaan dengan cara mencuci dan menggosok menggunakan deterjen atau pembersih vacuum dimana agen infeksi ini kemungkinan tempat yang cocok untuk hidup dan berkembang biak pada permukaan tersebut.

5. Penyakit Menular – Penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu atau oleh produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau toxin yang diproduksi oleh bibit penyakit tersebut dari orang yang terinfeksi, dari binatang atau dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung maupun tidak langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui vector atau melalui lingkungan.

6. Masa Penularan – Adalah waktu pada saat dimana bibit penyakit mulai ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari orang yang sakit ke orang lain, dari binatang yang sakit ke manusia atau dari orang yang sakit ke binatang termasuk ke arthropoda. Untuk penyakit tertentu seperti Diptheria dan Infeksi Streptococcus dimana selaput lendir terkena sejak awal masuknya bibit penyakit, maka masa penularannya dihitung mulai dari saat kontak pertama dengan sumber infeksi sampai dengan saat bibit penyakit tidak lagi ditularkan dari selaput lendir yang terinfeksi, yaitu waktu sebelum munculnya gejala prodromal sampai berhentinya status sebagai carrier, jika yang bersagkutan berkembang menjadi carrier. Ada penyakit-penyakit tertentu justru lebih menular pada masa inkubasi dibandingkan dengan pada waktu yang bersangkutan memang benar-benar jatuh sakit (contohnya adalah Hepatitis A, campak). Pada penyakit-penyakit sepeti TBC, kusta, sifilis, gonorrhea dan jenis salmonella tertentu masa penularannya berlangsung lama dan terkadang intermiten pada saat lesi kronis secara terus menerus mengeluarkan cairan yang infeksius dari permukaan atau lubang-lubang tubuh.
Untuk penyakit yang ditularkan oleh arthropoda seperti malaria, demam kuning, masa penularannya atau masa infektivitasnya adalah pada saat bibit penyakit ada dalam jumlah cukup dalam tubuh manusia baik itu dalam darah maupun jaringan tubuh lainnya dari orang yang terinfeksi sehingga memungkinkan vector terinfeksi dan menularkannya kepada orang lain.
Masa penularan untuk vector arthropoda yaitu pada saat bibit penyakit dapat disemikan dalam jaringan tubuh arthropoda dalam bentuk tertentu dalam jaringan tertentu (stadium infektif) sehingga dapat ditularkan.

7. Kontak – Orang atau binatang sedemikian rupa mempunyai hubungan dengan orang atau binatang yang sakit atau dengan lingkungan yang tercemar yang menyebabkan mereka kemungkinan besar terkena infeksi

8. Kontaminasi – Ditemukannya bibit penyakit dipermukaan tubuh, pakaian, tempat tidur, mainan anak-anak, instrumen, duk atau pada benda-benad lainnya termasuk air dan makanan. Polusi berbeda dengan kontaminasi, dimana polusi diartikan adanya bahan pencemar dalam jumlah yang berlebihan di dalam lingkungan dan tidak harus berupa agen insfeksius. Kontaminasi permukaan tubuh manusia tidak berati orang tersebut berperan sebagai “carrier”.

9. Disinfektan – Upaya untuk membunuh bibit penyakit di luar tubuh manusia dengan menggunakan bahan kimia atau bahan fisis. Disinfektan pada tingkat yang tinggi akan membunuh semua mikro organisme kecuali spora. Diperlukan upaya lebih jauh untuk membunuh spora dari bakteri.
Untuk membunuh spora diperlukan kontak yang lebih lama dengan disinfektan dalam konsentrasi tertentu setelah dilakukan pencucian dengan deterjen secara benar.
Konsentrasi bahan kimia yang diperlukan antara lian Glutaraldehyde 2%, H2O2 6% yang sudah distabilkan, Asam paracetat 1%, paling sedikitnya diberikan minimal 20 menit. Disinfektan pada tingkat menengah tidak membunuh spora. Spora akan mati jika dilakukan pasteurisasi selama 30 menit 75o C (167o F) atau dengan menggunakan disinfektan yang sudah direkomendasikan oleh EPA.
Disinfektasi Segera, adalah disinfektasi yang dilakukan segera setelah lingkungan tercemar oleh cairan tubuh dari orang yang sakit atau suatu barang yang tercemar oleh bahan infeksius. Sebelum dilakukan disinfektasi terhadap barang atau lingkungan maka upayakan agar sesedikit mungkin kontak dengan cairan tubuh atau barang-barang yang terkontaminasi tersebut.
Disinfektasi Terminal, adalah upaya disinfektasi yang dilakukkan setelah penderita meninggal, atau setelah penderita dikirm ke Rumah Sakit, atau setelah penderita
berhenti sebagai sumber infeksi, atau setelah dilakukan isolasi di Rumah Sakit atau setelah tindakan-tindakan lain dihentikan. Disinfektasi terminal jarang dilakukan; biasanya melakukan pemebersihan terminal sudah mencukupi dilakukan bersama-sama dengan aerasi kamar serta membiarkan sinar matahari masuk kamar sebanya-banyaknya menyinari ruangan tempat tidur dan meja kursi.
Disinfektasi hanya diperlukan untuk penyakit yang ditularkan secara tidak langsung; sentralisasi dengan uap atau Insenerasi tempat tidur dan peralatan lain dianjurkan untuk penyakit demam Lassa atau penyakit yang sangat infeksius lainnya.
Sterilisasi, adalah penghancuran semua bentuk dari bibit penyakit baik dengan cara memanaskan, penyinaran, menggunakan gas (ethylene oksida, formaldehyde) atau denganpemberian bahan kimia.

10. Disinfestasi – Tindakan yang dilakukan baik fisis maupun kimiawi dengan maksud untuk menghancurkan atau menghilangkan binatang-binatang kecil yang tidak diinginkan khususnya arthropoda atau rodensia yang hadir di lingkungan manusia, binatang peliharaan, dipakaian (lihat Insektisida dan Rodentisida).
Disinfestasi termasuk menghilangkan kutu yaitu Pediculus humanus, pada manusia.
Synonim dari disinfestsai adalah disinseksi, disinsektisasi jika yang dihilangkan hanya insekta.

11. Endemis – Suatu keadaan dimana suatu penyakit atau agen infeksi tertentu secara terus menerus ditemukan disuatu wilayah tertentu, bisa juga dikatakan sebagai suatu penyakit yang umum ditemukan disuatu wilayah.
Sedangkan Hyperendemis adalah keadaan diman penyakit tertentu selalu ditemukan di suatu wilayah dengan insiden yang tinggi. Dan Holoendemis adalah keadaan dimana suatu penyakit selalau ditemukan di suatu wilayah dengan prevalensi yang tinggi, awalnya menyerang penduduk usia muda dan menimpa sebagian besar penduduk contohnya malaria di daerah tertentu (lihat zoonosis).

12. Epidemi (Wabah) - Timbulnya suatu penyakit yang menimpa sekelompok masyarakat atau suatu wilayah dengan angka kejadian yang melebihi angka normal dari kejadian penyakit tersebut. Beberapa jumlah penderita untuk bisa dikatakan telah terjadi Epidemi sangat tergantung dari jenis penyakit, jumlah dan tipe penduduk yang tertimpa, pengalaman masa lalau, jarangnya terpajan dengan penyakit tersebut, waktu dan tempat kejadian. Dengan demikian epidemisitas sangat relatif tergantung kepada bagaumana kejadian biasanya dari penyakit tersebut di suatu wilayah yang sama, pada penduduk tertentu pada musim yang sama.
Sebagai contoh satu kasus penyakit tertentu yang lama tidak muncul kemudian tiba-tiba muncul atau suatu kasus penyakit yang sebelumnya belum pernah dikenal, muncul maka segera harus dilakukan penyelidikan epidemiologis dan juika kemudian penyakit tersebut menjadi dua kasus dalam waktu yang cepat di tempat tersebut maka ini sebagai bukti telah terjadi penularan dan dianggap telah terjadi epidemi (lihat laporan suatu penyakit dan zoonosis).

13. Penyinaran Makanan - Teknologi tertentu yang dapat memberikan dosis spesifik dari radiasi pengion dari suatu sumber radio isotope (Cobalt 60) atau dari mesin yang dapat menghasilkan sinar electron atau sinar X. Dosis yang diperlukan untuk penyinaran makanan dan alat-alat : rendah yaitu sekitar 1 kilo Grays (kGy) atau kurang, digunakan untuk sisinfeksi insekta dari buah-buahan, bumbu atau biji-bijian; disinfeksi parasit dari ikan dan daging; medium 1 – 10 kGy (biasanya 1-4 kGy), dipakai untuk pasteurisasi dan untuk menghancurkan bakteri dan jamur, dan tinggi 10 – 15 kGy, digunakan untuk sterilisasi makanan, peralatan medis dn alat kesehatan (cairan iv, implan, semprit, jarum suntik, benang, klip, jas operasi, duk).

14. Fumigasi – Proses yang ditujukan untik membunuh binatang tertentu seperti arthropoda dan rodensia dengan menggunakan gas kimia (lihat insektisida dan rodentisida).

15. Penyuluhan Kesehatan - Adalah suatu proses yang ditujukan kepada individu atau kelompok penduduk agar mereka bisa berperilaku sehat dalam menjaga dan memelihara kesehatan mereka. Penyuluhan kesehatan dimulai dari masyarakat dalam keadaan seperti apa adanya yaitu pandangan mereka selama ini terhadap masalah kesehatan. Dengan memebrikan penyuluhan kesehatan kepada mereka dimaksudkan untuk mengembangkan sikap dan tanggung jawab sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dalam masalah kesehatan. Khusus kaitannya dengan pemberantasan penyakit menular maka penyuluhan kesehatan ditujukan kepada upaya peningkatan pengetahuan masyarakat tentang penyakit menular, penilaian terhadap perilaku masyarakat yang ada kaitannya dengan penyebaran serta peningkatan frekuensi penyakit menular, pengenalan cara-cara pengobatan (Synonim : pendidikan penderita, pendidikan untuk kesehatan, pendidikan kepada masyarakat, pendidikan kesehatan masyarakat).

16. Kekebalan Kelompok (Herd inmunixty) – Adalah kekebalan dari sekelompk orang atau masyarakat. Kemampuan dari sekelompok orang untuk menanngkal invasi atau penyebaran suatu penyakit infeksi jika mereka yang kebal mencapai proporsi yang cukup tinggi di masyarakat.

17. Pejamu/Tuan Rumah/Inang – Disebut juga “Host”, hospes ialah orang atau binatang termasuk burung dan arthropoda yang mengandung bibit penyakit tertentu yang didapatkan secara alamiah (bukan sebagai hasil eksperimen). Protozoa dab cacing tertentu mempunyai beberapa oejamu dari spesies binatang yang berbeda dalam stadium perkembangan mereka. Pejamu dimana parasit mencapai maturitas atau melewatkan stadium seksual mereka disebut sebagai pejamu perimer atau pejamu difinitif, sedangkan pejamu dimana parasit melewatkan stadium larva atau stadium asexual disebuet sebagai pejamu sekunder atau pejamu intermediair. Pejamu perantara (transport host) adalah “carrier” dimana organisme bertahan hidup tetapi tidak mengalamui perkembangan.

18. Individu Yang Kebal – Orang atau binatang yang memiliki antibody spesifik dan atau memiliki antibody seluler akibat infeksi atau pemberian imunisasi yang dialami sebelumnya. Atau suatu kondisi sebagai akibat pengalaman spesifik sebelumnya sebagai suatu respons sedemikian rupa yang mencegah berkembangnya penyakit terhadap reinfeksi dari bibit penyakit tertentu. Tingkat imunitas seseorang sangat relatif; tingkat perlindungan tertentu mungkin cukup kuat terhadap infeksi yang biasanya tetapi tidak mencukupi untuk infeksi yang berat atau infeksi yang melewati “Port d’entre” yang tidak biasanya; Daya lindung juga berkurang pada pemberian pengobatan “immumosuppressive” atau karena menderita penyakit lain dan proses ketuaan (lihat Resistensi).

19. Imunitas – Kekebalan yang dikaitkan dengan adanya antibody atau sel yang mempunyai tanggap kebal terhadap mikro organisme dari penyakit infeksi tertentu atau terhadap toksinnya. Kekeblan yang efektif meliputi kekebalan seluler berkaitan dengan sentisisai T-Lymphocite dan atau imunitas humoral yang didasarkan kepada reaksi B-Lymphocite. Kekebalan Pasif di dapat baik secara alamiah maupun didapat dari ibu melalui ari ari, atau didapat secara buatan dengan memberikan suntikan zat kebal (dari serum binatang yang sudah dikebalkan, serum hiperium dari orang yang baru sembuh dari penyakit tertentu atau “human immune serum globulin”; kekebalan yang diberikan relatif pendek (beberapa hari atau beberapa).
Imunitas humorial aktif, hilang setelah beberapa tahun yang didapat baik secara alamiah karena infeksi dengan atau tanpa gejala klinis atau diperoleh secara buatan dengan menyuntikkan agen infeksi yang sudah dibunuh atau dilemahkan atau dalam bentuk vaksinnya ke dalam tubuh manusia.

20. Infeksi yang tidak kelihatan (Inapparent Infection) – Adalah terjadinya infeksi pada pejamu tanpa disertai dengan gejala klinis yang jelas. Infeksi ini hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan laboratorium seperti melalui pemeriksaan darah, skin test (Synonim; asymptomatik, subklinis, “occult infection”)

21. Angka Insidensi (Incidence Rate) – Jumlah kasus baru penyakit tertentu yang dilaporkan pada periode waktu tertentu, tempat tertentu dibagi dengan jumlah penduduk dimana penyakit tersebut berjanngkit. Biasanya dinyatakan dalam jumlah kasus per 1000 dtau per 100.000 penduduk per tahun. Angka ini bisa diberlakukan bagi umur tertentu, jenis kelamin tertentu atau karakteristik spesifik dari penduduk. (lihat Angka morbiditas, Angka Prevalensi). “Attack rate” atau “Case Rate” adalah proporsi yang menggambarkan insidensi kumulatif dari kelompok tertentu, yang diamati dalam waktu yang terbatas dalam situasi tertentu misalnya pada waktu terjadi kejadian luar biasa atau wabah. Dinyatakan dalam prosentase (jumlah kasus per 100 penduduk). Sedangkan “Attack rate” Sekunder adalah jumlah penderita baru yang terjadi dalam keluarga atau institusi dalam periode masa inkubasi tertentu setelah terjadi kontak dengan kasus primer, dihubungkan dengan total keseluruhan kontak; deniominatornya/penyebutnya bisa terbatas hanya kepada kontak yang rentan saja jika hal ini diketahui dengan jelas. Angka Infeksi adalah proporsi yang menggambarkan insidensi dari semua infeksi yang terjadi baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan.

22. Masa Inkubasi – Yaitu interval waktu antara kontak awal dengan bibit penyakit dan awal munculnya gejala penyakit yang dikaitkan dengan infeksi tersebut. Didalam tubuh vector adalah waktu antara msauknya mikro organisme ke dalam tubuh vector dan waktu dimana vector tersebut mampu menyebarkan penyakit (Masa Inkubasi Ekstrinsik).
Waktu antara orang terpajan dengan parasit sampai ditemukannya parasit tersebut dalam darah atau feces dinamakan masa percobaan.

23. Orang yang terinfeksi – Seseorang atau binatang yang mengandung bibit penyakit baik dia menunjukkan gejala klinis maupun tidak (lihat pasien atau orang sakit), atau infeksi yang tidak kelihatan (lihat Carrier). Orang atau binatang yang infeksius adalah dari mana bibit penyakit secara alamiah bisa didapat.

24. Infeksi – masuk dan berkembang biaknya bibit penyakit atau parasit ke dalam tubuh manusia atau binatang. Infeksi tidak sama dengan penyakit infeksius; akibatnya mungkin tidak kelihatan (lihat infeksi yang tidak kelihatan) mungkin juga manifes (lihat penyakit infeksi). Ditemukannya bibit penyakit di permukaan tubuh, dipermukaan alat-alat, pada alat-alat yang tercemar tanah disebut sebagai kontaminasi (lihat infestrasi dan kontaminasi) bukan infeksi.

25. Agen Infeksius – Adalah organisme (virus, rickettsia, bacteria, fungus, protozoa, cacing) yang bisa menimbulkan infeksi atau penyakit infeksi. Infektivitas menunjukkan kemampuan dari agen infeksius untuk masuk, hidup dan berkembang biak di dalam tubuh pejamu; Tingkat infeksius adalah tingkat kemudahan dari bibit penyakit tertentu ditularkan dari satu pejamu ke pajamu lain

26. Penyakit Infeksius – Penyakit pada manusia atau binatang yang manifes secara klinis sebagai akibat dari infeksi (lihat infeksi)

27. Infestasi – Berlaku untuk orang atau binatang yaitu hinggap dan berkembang biakanya arthropoda di permukaan tubuh manusia atau di pakaian. Sedangkan tempat atau peralatan yang terinfestasi adalah apabila alat atau tenpat tersebut memberikan tempat berteduh bagi arthropoda atau rodensia.

28. Insektisida - Bahan kimia yang dipakai untuk memusnahkan insekta, pemakaiannya bisa dalam bentuk tepung, cairan, cairan yang dibuat menjadi pertikel, aerosol, disemprotkan baik yang menggunakan residu maupun tidak. Sedangkan Larvasida istilah yang digunakan bagi bahan kimia yang dipakai untuk bahan kimia yang digunakan untuk membunuh bentuk dewasa dari arthropoda. Istilah Insektisida kerap dipakai untuk membunuh kutu dan agas. Istilah-istilah lain seperti lousisida, mitisida juga kadang-kadang dipakai.

24. Infeksi – masuk dan berkembang biaknya bibit penyakit atau parasit ke dalam tubuh manusia atau binatang. Infeksi tidak sama dengan penyakit infeksius; akibatnya mungkin tidak kelihatan (lihat infeksi yang tidak kelihatan) mungkin juga manifes (lihat penyakit infeksi). Ditemukannya bibit penyakit di permukaan tubuh, dipermukaan alat-alat, pada alat-alat yang tercemar tanah disebut sebagai kontaminasi (lihat infestrasi dan kontaminasi) bukan infeksi.

25. Agen Infeksius – Adalah organisme (virus, rickettsia, bacteria, fungus, protozoa, cacing) yang bisa menimbulkan infeksi atau penyakit infeksi. Infektivitas menunjukkan kemampuan dari agen infeksius untuk masuk, hidup dan berkembang biak di dalam tubuh pejamu; Tingkat infeksius adalah tingkat kemudahan dari bibit penyakit tertentu ditularkan dari satu pejamu ke pajamu lain

26. Penyakit Infeksius – Penyakit pada manusia atau binatang yang manifes secara klinis sebagai akibat dari infeksi (lihat infeksi)

27. Infestasi – Berlaku untuk orang atau binatang yaitu hinggap dan berkembang biakanya arthropoda di permukaan tubuh manusia atau di pakaian. Sedangkan tempat atau peralatan yang terinfestasi adalah apabila alat atau tenpat tersebut memberikan tempat berteduh bagi arthropoda atau rodensia.

28. Insektisida - Bahan kimia yang dipakai untuk memusnahkan insekta, pemakaiannya bisa dalam bentuk tepung, cairan, cairan yang dibuat menjadi pertikel, aerosol, disemprotkan baik yang menggunakan residu maupun tidak. Sedangkan Larvasida istilah yang digunakan bagi bahan kimia yang dipakai untuk bahan kimia yang digunakan untuk membunuh bentuk dewasa dari arthropoda. Istilah Insektisida kerap dipakai untuk membunuh kutu dan agas. Istilah-istilah lain seperti lousisida, mitisida juga kadang-kadang dipakai. Rekomendasi yang diberikan untuk isolasi penderita yang ada pada seksi 9B2 untuk tiap-tiap penyakit my be allude terhadap metode yang direkomendasikan oleh CDC (CDC Guideline for Isolation Precaution in Hospital) merupakan “category specific isolation precaution” sebagai tambahan terhadap “Universal Precaution” yang didasarkan kepada cara-cara penularan penyakit tertentu. Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut :

1. Isolasi ketat; kategori ini dirancang untuk mencegah transmisi dari bibit penyakit yang sangat virulen yang dapat ditularkan baik melalui udara maupun melalui kontak lanngsung.
Cirinya adalah selain disediakan ruang perawatan khusus bagi penderita juga bagi mereka yang keluar masuk ruangan diwajibkan memakai masker, lab jas, sarung tangan.
Ventilasi ruangan tersebut juga dijaga dengan tekanan negatif dalam ruangan.

2. Isolasi kontak; Diperlukan untuk penyakit-penyakit yang kurang menular atau infeksi yang kurang serius, untuk penyakit-penyakityang terutama ditularkan secara langsung sebagai tambahan terhadap hal pokok yang dibutuhkan, diperlukan kamar tersendiri, namun penderita dengan penyakit yang sama boleh dirawat dalam satu kamar, masker diperlukan bagi mereka yang kontak secara langsung dengan penderita, lab jas diperlukan jika kemungkinan terjadi kontak dengan tanah atau kotoran dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-bahan yang infeksius.

3. Isolasi pernafasan; Dimaksudkan untuk mencegah penularan jarak dekat melalui udara, diperlukan ruangan bersih untuk merawat penderita, namun mereka yang menderita penyakit yang sama boleh dirawat dalam ruangan yang sama. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, pemakaian masker dianjurkan bagi mereka yang kontak dengan penderita, lab jas dan sarung tangan tidak diperlukan.

4. Isolasi terhadap Tuberculosis (Isolasi BTA); Ditujukan bagi penderita TBC paru dengan BTA positif atau gambaran radiologisnya menunjukkan TBC aktif. Spesifikasi kamar yang diperlukan adalah kamar khusus dengan ventilasi khusus dan pintu tertutup. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang dibutuhkan masker khusus tipe respirasi dibutuhkan bagi mereka yang masuk ke ruangan perawatan, lab jas diperlukan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian dan sarung tangan atidak diperlukan.

5. Kehati-hatian terhadap penyakit Enterie; Untuk penyakit-penyakit infeksi yang ditularkan langsung atau tidak langsung melalui tinja. Sebagai tambahan terhadap hal-hal pokok yang diperlukan, perlu disediakan ruangan khusus bagi penderita yang hygiene perorangannya jelek. Masker tidak diperlukan jika ada kecenderungan terjadi soiling dan sarung tangan diperlukan jika menyentuh bahan-bahan yang terkontaminasi.

30. Moluskasida – Bahan kimia yang dipakai untuk membunuh keong dan mollusca lainnya.

31. Angka Kesakitan – Adalah angka insidensi (q.v) yang dipakai untuk menyatakan jumlah keseluruhan orang yang menderita penyakit yang menimpa sekelompok penduduk pada periode waktu tertentu. Sekelompok penduduk bisa mengacu pada jenis kelamin tertentu, umur tertentu atau yang mempunyai cirri-ciri tertentu.

32. Angka Kematian – Angka yang perhitungannya sama dengan perhitungan angka insidensi yaitu pembilangnya (Numerator) adalah jumlah mereka yang mati pada periode waktu tertentu yang menimpa sekelompok penduduk, biasanya dalam satu tahun, sedangkan penyebutnya (Denominator) adalah jumlah orang yang mempunyai resiko mati pada paeriode yang sama. Angka Kematian Kasar dinyatakan dalam seluruh kematian oleh karena semua sebab, biasanya kematian per 1000 penduduk. Angka Kematian Spesifik untuk penyakit tertentu adalah jumlah kematian oleh sebab penyakit tertentu saja, biasanya terhadap 100.000 penduduk. Penduduk bisa dirujuk berdasarkan umur, jenis kelamin atau cirri-ciri lainya. Angka kematian ini jangan disalah artikan dengan Angka Fatalitas/case fatality Rate (q.v), (Synonim : Angka Mortalitas).

33. Infeksi Nosokomial – Infeksi yang terjadi pada pnederita yang sedang dirawat di Rumah Sakit dimana infeksi ini belum ada pada waktu penderita masuk ke Rumah Sakit; atau infeksi residual pada waktu dirawat di Rumah Sakit sebelumnya. Termasuk juga infeksi yang muncul setelah penderita keluar Rumah Sakit, dan juga infeksi yang mengenai staf dan fsailitas Rumah Sakit (synonym : infeksi yang didapat di Rumah Sakit)

34. Patogenisitas – adalah kemampuan yang dimiliki oleh bibit penyakit untuk membuat orang menjadi sakit, atau untuk membuat sekelompok penduduk yang terinfeksi menjadi sakit.

35. Penderita atau Orang Sakit – adalah orang yang menderita suatu penyakit.

36. Higiene Perorangan – Dalam bidang peberantasan penyakit menular maka upaya untuk mellindungi diri terhadap penyakit menjadi tanggung jawab individu dalam menjaga kesehatan mereka dan mengurangi penyebaran penyakit, terutama penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung.
Upaya – upaya yang dapat dilakukan oleh setiap orang adalah :

1. Selalu mencuci tangan setelah kencing dan buang air besar dan sebelum makan dan minum
2. jauhkan tangan dan peralatan yang kotor atau barang-barang lain yang dipakai untuk keperluan WC dari mulut, hidung, mata, telinga, alat kelamin dan luka
3. Hindari pemakaian alat-alat untuk makan dn minum tidak bersih begitu juga hindari pemakaian handuk, saputangan, sisir, sikat rambut dan pipa rokok yang kotor.
4. jauhi percikan dari orang lain pada saat mereka batuk, bersih, tertawa atau berbicara.
5. Cuci tangan setelah menyentuh penderita dan memegang barang-barang milik penderita
6. Jaga kebersihan tubuh dengan setiap saat mandi secara teratur dengan air bersih dn sabun.

37. Angka Prevalensi - Jumlah keseluruhan orang yang sakit yang menggambarkan kondisi tertentu yang menimpa sekelompok penduduk tertentu pada titik waktu tertentu (Point Prevalence), atau pada periode waktu tertentu (Period Prevalence), tanpa melihat kapan penyakit itu mulai dibagi dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko tertimpa penyakit pada titik waktu tertentu atau periode waktu tertentu.

38. Karantina – Pembatasan aktivitas yang ditujukan terhadap orang atau binatang yang telah kont ak dengan orang/binatang yang menderita penyakit menular pada masa penularan (lihat Kontak). Tujuannya adalah untuk mencegah penularan penyakit pada masa inkubasi jika penyakit tersebut benar-benar diduga akan terjadi. Ada dua jenis tindakan karantina yaitu :

1. Karantina Absolut atau Karantina Lengkap : ialah pembatasan ruang gerak terhadap mereka yang telah terpajan dengan penderita penyakit menular. Lamanya pembatasan ruang gerak ini tidak lebih dari masa inkubsai terpajang penyakit menular tersebut. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mencegah orang ini kontak dengan orang-orang lain yang belum terpajan.

2. Karantina yang dimodifikasi : Suatu tindakan selektif berupa pembatasan gerak bagi mereka yang terpajan dengan penderita penyakit menular. Biasanya pertimbangannya adalah perkiraan terhadap adanya perbedaan tingkat kerentanan terhadap bahaya penularan. Modifikasi ini dilakukan untuk menghadapi situasi tertentu. Sebagai contoh misalnyamelarang anak-anak tertentu masuk sekolah. Pengecualian terhadap anak-anak yang sudah dianggap kebal terhadap tindakan-tindakan tertentu yang ditujukan kepada anak-anak yang rentan. Pembatasan yang dilakukan terhadap annggota militer pada pos-pos atau asrama-asrama militer. Kegiatan karantina yang dimodifikasi meliputi :

- Surveilans Individu, yaiut pengamatan medis yang ketat dilakukan terhadap individu yang diduga terpajan dengan sumber penyakit agar timbulnya gejala penyakit dapat segera diketahui tanpa membatasi ruang gerak mereka.

- Segregasi, yaitu pemisahan sebagian kelompok (orang atau binatang) dari induk kelompoknya dengan tujuan dan pertimbangan khusus agar dapat dilakukan pengamatan dengan baik; pemisahan anak-anak yang rentan dari anak-anak yang sudah kebal; pembuatan perbatasan penyangga yang sanitair untuk melindungi mereka yang belum terinfeksi dari mereka yang sudah terinfeksi.

39. Repelan – adalah bahan kimia yang digosokkan di kulit, pakaian atau tempat lain dengan maksud :

1. Mencegah serangga menggigit/menyerang
2. Mencegah larva cacing masuk melalui kulit

40. Pelaporan Penyakit – Adalah laporan resmi yang ditujukan kepada pejabat kesehatan yang berwenang yang berisikan kejadian penyakit yang menimpa orangatau binatang. Penyakit yang menimpa manusia dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat sedangkan penyakit yang menyerang binatang/ternak dilaporkan kepada Dinas Pertanian/Dinas Peternakan. Sedangkan penyakit-penyakit hewan tertentu (200 jenis) yang juga menyerang hewan maupun manusia dilaporkan baik kepada Dinas Kesehatan maupun Dinas Pertanian/Dinas Peternakan.
Pejabat Kesehatan yang berwenang akan menrbitkan daftar dari penyakit-penyakit yang harus dilaporkan sesuai dengan keperluan (lihat Pelaporan Penyakit Menular).
Laporan penyakit ini juga meliputi penyakit-penyakit yang diduga mempunyai arti penting dalam bidang kesehatan masyarakat, biasanya penyakit-penyakit yang memerlukan tindakan investigasi atau yang memerlukan tindakan pemberantasan tertentu jika seseorang mendapatkan infeksi dri daerah tertentu sedangkan laporan penyakitnya dilaporkan di daerah lain, maka pejabat kesehatan yang menerima laporan kasus tersebut hendaknya memberitahukan pejabat kesehatan dari daerah dimana infeksi tersebut didapat. Hal ini penting dilakukan terutama jika diperlukan pemeriksaan kontak (contact person), pemeriksaan makanan atau jika diperlukan pemeriksaan air atau brang-barang lain yang diduga sebagai sumber infeksi.
Notifikasi ini diperlukan tidak hanya terhadap penyakit-penyakit yang rutin harus dilaporkan tetapi juga terhadap penyakit-penyakit yang timbul KLB/Wabah walaupun penyakit tersebut tidak masuk dalam daftar penyakit yang wajib dilaporkan (lihat Wabah). Pelaporan khusus yang diperlukan dalam IHR (International Health Regulation) tercantum dalam Pelaporan Penyakit Menular.

41. Reservoir (dari penyakit infeksi) – Setiap orang, binatang, arthropoda, tumbuh-tumbuhan, tanah atau barang-barang (atau kombinasi dari keduanya) dimana bibit penyakit biasanya hidup dan berkembang biak serta hiduonya sangat tergantung pada inang tempatnya menumpang. Bibit penyakit tersebut biak sendemikian rupa sehingga dapat ditularkan kepada inang lain yang rentan.


42. Resistensi – Merupakan Resultante dari mekanisme tubuh yang dapat menghalang-halangi atau mencegah invasi, multipliksi dari bibit penyakit kedalam tubuh atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh racun yang dikelurkan oleh bibit penyakit. Resistensi Inheren – Adalah kemapuan tubuh bertahan terhadap serangan bibit penyakit yang tidak tergantung kepada kekebalan spesifik baik humoral maupun seluler; daya tahan ini biasanya daladm bentuk struktur anatomis dan fisiologis yang menjadi cirri individu yang didapatkan secara genetis baik yang bersifat permanen ataupun temporer (lihat Imunitas) (Synonim : Imunitas nonspesifik)

43. Rodentisida – Suatu bahan kimia yang dipergunakan untuk membunuh rodensia, umumnya setelah ditelan oleh rodensia tersebut.

44. Sumber Infeksi – Orang, binatang, barang/bahan dari mana bibit penyakit ditularkan pada orang lain. Sumber infeksi harus dibedakan dengan Sumber Kontaminasi yaitu sebagai contoh septic tank yang meluap mencemari sumber air atau juru masak yang terinfeksi mencemari salad yang disajikan.

45. Surveilans Penyakit – Berbeda dengan surveilans terhadap manusia (lihat Karantina 2), surveilans penyakit adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melihat seluruh aspek dari muncul dan menyebarnya suatu penyakit agar dapat dilakukan penanggulangan yang efektif. Didalamnya meliputi pengumpulan secara sistematik dan evaluasi dari :

1. Laporan Kesakitan dan Kematian
2. Laporan khusus dari hasil investigasi atau dari kasus perorangan
3. Isolasi dan identifikasi dari bahan infeksius oleh laboratorium.
4. Data tentang ketersediaan dan pemakaian serta dampak dari pemakaian vaksin dan toxoids, globulin imun, insektisida dan bahan-bahan yang digunakan dalam pemberantasan.
5. Informasi yang berkaitan dengan tingkat imunitas dari segmen masyarakat tertentu.
6. Data epidemiologis yang dianggap relevan.

Laporan yang berisikan rangkukman dari data-data diatas hendaknya dibuat dan disebar luaskan kepada mereka yang membutuhkan yang ingin mengetahui hasil dari kegiatan surveilans.
Prosedur diatas berlaku umum di semua tingkatan secara local maupun internasional.
Surveilans Serologis – Kegiatan yang mengidentifikasikan pola infeksi masa lalu dan sampai saat ini dengan menggunakan pemeriksaan serologis.

46. Susceptible (Rentan) – Seseorang atau binatang yang tidak memiliki daya tahan yang cukup untuk melawan bibit penyakit tertentu untuk mencegah dirinya tertulari jika mereka terpajan dengan bibit penyakit tersebut.

47. Tersangka – Tersangka dalam pemberantasan penyakit menular dimaksudkan adalah kesakitan yang diderita seseorang dimana gejala dan perjalanan penyakitnya megidentifikasikan bahwa mereka kemungkinan menderita sesuatu penyakit menular tertentu.

48. Penularan Penyakit Infeksi – Mekanisme dimana penyakit infeksi ditularkan dari suatu sumber atau reservoir kepada seseorang. Mekanisme tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penularan Langsung; mekanisme ini menularkan bibit penyakit langsung dari sumbernya kepada orang atau binatang lain melalui “Port d’entre”. Hal ini bisa melalui kontak langsung seperti melalui sentuhan, gigitan, ciuman, hubungan seksual, percikan yang mengenai conjunctiva, selaput lendir dari mata, hidung atau mulut pada waktu orang lain bersin, batuk, meludah, bernyanyi atau bercakap (biasanya pada jarak yang kurang dari 1 meter)

2. Penularan Tidak Langsung

a. Penularan Melalui Alat – Alat yang terkontaminasi seperti mainan anak-anak, saputangan, kain kotor, tempat tidur, alat masak atau alat makan, instrumen bedah atau duk; air, makanan, susu, produk biologis seperti darah, serum, plasma, jaringan organ tubuh, atau segala sesuatu yang berperan sebagai perantara dimana bibit penyakit di “angkut” dibawa kepada orang/binatang yang rentan dan masuk melalui “Port d’entre” yang sesuai. Bibit penyakit tersebut bisa saja berkembang biak atau tidak pada alat tersebut sebelum ditularkan kepada orang/binanat yang rentan.

b. Penularan Melalui Vektor – (i) Mekanis : Cara mekanis ini meliputi hal-hal yang sederhana seperti terbawanya bibit penyakit pada saat serangga merayap ditanah baik terbawa pada kakinya atau pada belalainya, begitu pula bibit penyakit terbawa dalam saluran pencernaan serangga.
Bibit penyakit tidak mengalami perkembangbiakan. (ii) Biologis : cara ini meliputi terjadinya perkembangbiakan (propagasi/multiplikasi), maupun melalui siklus perkembangbiakan atau kombinasi kedua-duanya.
(“cyclopropagative”) sebelum bibit penyakit ditularkan oleh serangga kepada orang/binatang lain. Masa inkubsi ekstrinsik diperlukansebelum serangga menjadi infektif. Bibit penyakit bisa ditularkan secara vertical dari induk serangga kepada anaknya melalui telur (“transovarium transmission”); atau melalui transmis transtadial yaitu Pasasi dari satu stadium ke stadium berikutnya dari siklus hidup parasit didalam tubuh serangga dari bentuk nimfe ke serangga dewasa.
Penularan dapat juga terjadi pada saat serangga menyuntikkan air liurnya waktu menggigit atau dengan cara regurgitasi atau dengan cara deposisi kotoran serangga pada kulit sehingga bibit penyakit dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui luka gigitan serangga, luka garukan. Cara penularan seperti ini bukanlah cara penularan mekanis yang sederhana sehingga serangga yang menularkan penyakit dengan cara ini masih bisa disebut sebagai vektor penyakit.

3. Penularan Melalui Udara – Penyebaran bibit penyakit melalui “Port d’entre” yang sesuai, biasanya saluran pernafasan. Aerosol berupa berupa partikel ini sebagian atau keseluruhannya mengandung mikro organisme. Partikel ini bisa tetap melayang-layang diudara dalam waktu yang lama sebagian tetap infektif dan sebagian lagi ada yang kehilangan virulensinya. Partikel yang berukuran 1 – 5 micron dengan mudah masuk kedalam alveoli dan tertahan disana. Percikan (droplet) dan partikel besar lainnya tidak dianggap sebagai penularan melalu udara (airborne); (lihat Penularan Langsung)

a. “Droplet Nuclei” – Biasanya berupa residu ukuran kecil sebagai hasil penguapan dari cairan percikan yang dikeluarkan oleh inang yang terinfeksi.
“Droplet Nuclei” ini bisa secara sengaja dibuat dengan semacam alat, atau secara tidak sengaja terjadi di labortorium mikrobiologi dan tempat pemotongan hewan, di tempat perawatan tanaman atau di kamr otopsi.
Biasanya “Droplet Nuclei” ini bertahan cukup lama di udara.

b. Debu – Partikel dengan ukuran yang berbeda yang muncul dari tanah (misalnya spora jamur yang dipisahkan dari tanah oleh udara atau secara mekanisme), dari pakaian, dari tempat tidur atau kutu yang tercemar.

49. Kewaspadaan Universal - (lihat di bawah judul isolasi), merupakan kewaspadaan universal terhadap darah dan cairan.

50. Virulensi – Adalah tingkat patogenisitas dari bibit penyakit yang digambarkan dengan “Case Fatality Rate” dan atau dengan kemampuan dari bibit penyakit menembus dan merusakkan jaringan tubuh dari inang.
51. Zoonosis – Infeksi atau penyakit infeksi yang ditularkan secara alamiah oleh binatang bertulang belakang (vertebrata) kepada manusia. Dia bisa termasuk golongan enzootic atau epizootic (lihat Endemi dan Epidemi).